Kamis, 31 Mei 2012

RUMAH IMPIAN DAN KENANGAN


RUMAH IMPIAN DAN KENANGAN
catatan pada sebuah karya willis turner henry, rumah dan lampion
oleh dwi s. wibowo
 
                                                           
Another summer day, Has come and gone away
In Paris and Rome, But I wanna go home (Michael buble, home)

Sejauh apapun burung bulbul itu terbang untuk mencari makan dan berpetualang, ketika langit mulai gelap ia akan tetap kembali ke sarangnya sendiri. Sarang yang telah dengan susah payah ia bangun dari ranting-ranting dan seresah yang ia kumpulkan sendiri. Peristiwa ini kemudian mengingatkan saya pada peristiwa lainnya yang tak kalah puitis, pernah ada seorang kawan yang bercerita tentang sebuah kejadian di tahun 1943 dalam sebuah perjalanan, seorang penyair sambil menghisap rokok dalam-dalam membacakan sebait puisinya berulang-ulang di trotoar //kemah kudirikan ketika senjakala, di pagi terbang entah kemana, rumahku dari unggun timbun sajak, di sini aku berbini dan beranak//. Penyair itu bernama Chairil, Chairil Anwar, mungkin kebanyakan orang lebih mengenalnya sebagai si binatang jalang dari kumpulannya terbuang. Ya, Chairil memang si binatang jalang dari kumpulannya terbuang karena ia, meski kita turut sejauh apapun silsilahnya tetap tak akan kita temukan sebuah hubungan yang positif yang berkait dengan sikap hidupnya. Chairil tidak lahir dari satu kebudayaan manapun, melainkan dari sebuah hibriditas, dari percampuran macam-macam budaya. Ia lahir di medan tahun 1922, dari ibunya yang kerabat dekat Sutan Syahrir masih mengalir darah minang yang begitu kental. Namun setelah orang tuanya bercerai, ia menggelandang saja di Jakarta. Jadi seandainya mau diturut, budaya mana yang dominan membentuk sikapnya?

Rabu, 30 Mei 2012

WOODCUT PERFORMANCE SYAHRIZAL PAHLEVI


WOODCUT PERFORMANCE SYAHRIZAL PAHLEVI
oleh dwi s. wibowo
                                                                            photo courtesy by sangkring
Di tahun 1960, seorang seniman bernama Yves Klein telah meletakkan batu pertama ihwal performance art. Lewat salah satu aksinya yang bertajuk Saut dans le vide, Ia melompat dari balkon gedung berlantai dua ke arah jalan raya yang lengang. Aksi tersebut diabadikan oleh fotografer Harry Shunk. Setelahnya, performance art kemudian makin banyak ditampilkan oleh seniman-seniman di eropa kala itu. Sebutlah Carolee Schneeman, Wolf Vostell, Allan Kaprow, Robert Whitman, hingga yang paling kontroversial dan legendaris Yoko Ono, istri personil The Beatles John Lennon. Di tahun 1962 untuk pertama kalinya Yoko Ono menampilkan performance art-nya yang paling kontroversial yakni Cut Piece, aksinya sangatlah sederhana ia hanya duduk bersimpuh di lantai panggung menyanding sebuah gunting hitam di depannya kemudian ia meminta pada setiap penonton untuk maju satu persatu dan mulai memotong bagian-bagian baju yang ia kenakan. Penonton yang tak hanya perempuan pun maju satu persatu dan melakukan apa yang diminta oleh Yoko Ono, bahkan seorang partisipan lelaki pun pada akhirnya memotong tali bra milik Yoko Ono hingga ia terpaksa memegangi cup bra miliknya dengan kedua tangan agar payudaranya tak kelihatan. Itu bagian dari pertunjukan, dan itulah resiko yang dihadapi seorang performer (sebutan untuk pelaku performance art) ketika berhadapan dengan partisipan yang berada di luar perencanaan. Aksi ini diulanginya lagi pada tahun 2003 di Paris.

Sabtu, 19 Mei 2012

MEREKAM WAJAH-WAJAH: JURNALISME VISUAL SYAHRIZAL PAHLEVI

MEREKAM WAJAH-WAJAH: JURNALISME VISUAL SYAHRIZAL PAHLEVI
catatan sepulang bertemu pahlevi
oleh dwi s. wibowo 



Puluhan sketsa yang tercetak pada selembar kanvas itu bukanlah wajah-wajah korban pembunuhan ataupun korban bencana alam yang dipotret oleh syahrizal pahlevi, melainkan wajah-wajah sahabatnya yang ia kenal saat menjalani residensi di Vermont studio center sejak  februari hingga april 2011 lalu. Vermont sendiri merupakan sebuah kota kecil di bagian utara amerika, sekitar 7 jam perjalanan darat dari kota new york.  Secara historis, sejak didirikan tahun 1984 oleh pasangan seniman Jonathan Gregg dan Louise Von Weise, Vermont studio center konsisten memberi fasilitas bagi seniman-seniman dari berbagai belahan dunia untuk merasakan atmosfer berkarya kota Vermont. Dan Levi, begitu seniman grafis kelahiran Palembang tahun 1965 ini kerap disapa, menjadi salah satu seniman yang beruntung mendapat kesempatan residensi di sana secara cuma-cuma.