kritik terhadap pameran XXL : State of
Indonesian Art
oleh dwi s. wibowo
agus suwage, monumen penjaga hankamnas (photo by dyah merta)
12 Agustus lalu, Jogja Contemporary menggelar
sebuah pameran di Sangkring Art Space yang merangkul sekitar 15 perupa top list di Indonesia. Perlu dicatat, toplist atau yang berada di urutan
teratas dalam daftar perupa-perupa paling tersohor, paling sukses, dan paling
diburu kolektor. Mereka ialah Agus Suwage, Arahmaiani, Budi Kustarto, Eko
Nugroho, Handiwirman, Heri Dono, Jumaldi Alfi, M Irfan, Mella Jaarsma, Nasirun,
Nindityo Adipurnomo, Putu Sutawijaya, Tisna Sanjaya, Ugo Untoro, dan Yusra
Martunus. Bukan bermaksud sinis, tapi barangkali pada pameran yang diberi tajuk
‘XXL : State of Indonesian Art’ sang kurator, Valentine Willie ingin memberikan
gambaran aktual terkait perkembangan seni rupa di Indonesia. Ia sendiri telah
malang melintang di dunia seni rupa Asia tenggara, dan Indonesia yang memiliki
cukup keanekaragaman karakter perupa jadi salah satu wilayah yang diamatinya
beberapa tahun belakangan ini.