Kamis, 29 Maret 2012

ELLA, KAU TERGETAR PADA APA YANG SEBENTAR


ELLA, KAU TERGETAR PADA APA YANG SEBENTAR
Sekedar catatan/kesan terhadap “Impermanence 36 Hours” karya Ella Wijt
oleh dwi s. wibowo
 
Kita semua tahu, tak ada daging dalam televisi. Aih, jangan percaya televisi diciptakan dari darah. Jangan salahkan lelaki yang rambutnya tidak bisa di sisir. (Afrizal Malna, Bush dan Rambut yang Tak Bisa Disisir)

         Seni rupa, sebagaimana (potongan) puisi di atas adalah suara-suara zaman yang ingin didengar. Saya berikan ilustrasi berupa potongan puisi Afrizal malna di atas “Bush dan Rambut yang Tak Bisa Disisir”. Afrizal menanggapi issue pertentangan antara Bush (Amerika)

MINUM KOPI, BICARA KOPI

MINUM KOPI, BICARA KOPI
-sekedar catatan sepulang dari pembukaan pameran ‘Secangkir Kopi’ Kelompok Palang di Sangkring Art Project
 oleh dwi s. wibowo

            Awalnya saya cukup heran ketika membaca poster tentang opening pameran ini yang mengusung tema ‘secangkir kopi’ berikut juga judul pameran ini, yang menurut para pesertanya ide ini digagas oleh putu sutawijaya selaku pemilik lokasi pameran. Yang kemudian direspon oleh 7 perupa muda yang semuanya berdarah bali-meski tidak semua lahir dan besar di bali- yakni oka astawa, putu harimbawa, wayan agus novianto, wayan adhiyoga pramartha, ketut suryawan, ari marutha, dan kadek suardana dengan karya yang setema

DARI JAWA KE JAVA : POLITIK DIASPORA IDENTITAS


DARI JAWA KE JAVA : POLITIK DAN DIASPORA IDENTITAS
Catatan diskusi dari pameran tunggal “Seeing Java” Dadang Christanto di Sangkring Artspace
oleh dwi s. wibowo

            Ini sore yang cerah, sesuatu yang “tumben” karena beberapa waktu belakangan hujan terus turun mengguyur Yogyakarta. Segera saja saya manfaatkan cucaca yang bersahabat ini untuk berangkat ke sangkring artspace, semata untuk menaikmati karya rupa yang tengah dipamerkan disana dengan tajuk “seeing java” beberbekal informasi di facebook bahwa sore ini pula akan diadakan diskusi dengan si perupa, tak lain dadang christanto seorang perupa kelahiran jawatengah tahun 1957 yang kini lebih banyak menghabiskan waktunya di Australia. Moderator yang sekaligus juga curator pameran, wahyudin membuka sesi diskusi

PLEONASME KAIN-KAIN KUSUT

Pleonasme Kain-Kain Kusut
 respon terhadap pameran tunggal anggar prasetyo TEXTURE I STRUCRURE
 oleh dwi s. wibowo

Kain-kain itu basah dan kusut, lalu ditempelkannya pada lembar-lembar kanvas yang tergantung pada dinding Tembi Contemporary Galery, barangkali karena di luar hujan masih cukup deras makanya kain-kain itu tidak di jemur di halaman, melainkan tersangkut pada kanvas milik anggar prasetyo. Namun itu bukanlah kain sebenarnya, melainkan deretan lukisan yang tengah dipamerkan di galeri tersebut. Begitu kira-kira yang dapat saya tangkap dari pameran texture I structure,