Monumen (bagi) Revolusi Perancis
A friend who dies, it's something of you who dies. (gustave
flaubert)
“Mereka
baru selesai bercinta!”
“tidak,
perempuan itu membunuhnya sebelum bercinta!”
Revolusi perancis tidak hanya
meninggalkan bond-bond hutang belanja maria antoinette dan comte d’artois
saudaranya yang dianggap sebagai pemborosan besar-besaran terhadap keuangan
kerajaan, yang memantik amarah rakyat perancis kala itu. Revolusi perancis,
sekali lagi tidak hanya meninggalkan cerita tentang pendudukan rakyat terhadap
penjara bastille setelah pertempuran selama empat jam. Bastille sendiri menjadi
simbol bagi apa saja yang dibenci oleh keluarga kerajaan pada ancien regime. Juga tidak semata
meninggalkan kisah keperkasaan jenderal napoleon bonaparte sebagai penguasa
perancis pasca revolusi. Di samping cerita tersebut, yang sebagian besar orang
menandainya sebagai tugu-tugu besar revolusi perancis, masih terdapat sebuah
cerita lain yang mungkin bagi sebagian orang tersebut tidaklah begitu penting
untuk diketahui. Di tengah-tengah proses revolusi yang tengah berjalan,
ternyata terselip sebuah kasus pembunuhan yang bermula dari sebuah skandal
(seperti saya ilustrasikan dalam dialog di awal tulisan ini). Pembunuhan ini
bukanlah pembunuhan biasa, melainkan terkait erat dengan salah seorang
penggerak revolusi, marat namanya. Pembunuhan tersebut melibatkan charlotte
corday, seorang perempuan yang (sebenarnya) berasal dari kubu lawan politik
marat yang pro revolusi. Beberapa sumber menyebutkan bahwa akses yang diperoleh
corday untuk mendekati marat semata-mata karena ia memiliki daftar nama-nama
orang yang menjadi musuh rakyat, namun saya menarik asumsi bahwa di antara
mereka tentulah ada hubungan yang lebih dari sekedar yang telah saya sebut di
atas, apalagi marat tahu benar darimana corday berasal. Marat sendiri awalnya
merupakan seorang ilmuwan dan dokter yang kemudian beralih menjadi seorang
jurnalis semasa revolusi, tulisan-tulisannya yang berapi-api dan pro rakyat
membuatnya harus kerap bersembunyi karena mendapat banyak serangan dari pihak
lawan politiknya secara brutal. Hingga akhirnya ia dibunuh oleh corday pada 13
juli 1973.
Para
penggerak revolusi sendiri tidak semata-mata dari kaum aristokrat dan militer,
dan tentu rakyat pada umumnya. Revolusi perancis dalam perjalanannya juga
dikawal oleh para pelukis yang selain bertugas sebagai seniman, mereka juga
bertugas sebagai aktivis sekaligus pencatat sejarah. Ialah jacques louis david,
salah seorang dari anggota komite besar yang kemudian melukiskan kematian marat
sebagai penghormatan bagi kematian sang martir revolusi. Seperti Yesus,
Marat dicintai rajin rakyat, dan hanya mereka. Seperti
Yesus, Marat membenci raja, bangsawan, pendeta, bajingan dan, seperti Yesus, ia
tidak pernah berhenti berjuang melawan malapetaka orang, begitulah pidato marat dipuja dalam upacara
pemakamannya. Dalam ‘the death of marat’ (kematian marat) versi david,
dilukiskan tubuh marat yang terkulai penuh darah di sebuah bak mandi dengan
meja di sampingnya dan selembar kertas bertuliskan nama charlotte corday di
tangan kirinya. Sesuai kronologisnya, corday tak melarikan diri hingga ia
ditangkap di tempat kejadian(tak nampak dalam lukisan) dan kemudian diadili. Sebagai
seniman, david tidak semata-mata memotret apa yang dilihatnya dari peristiwa kematian
marat. Ia melakukan beberapa subjektivikasi, seperti menghilangkan sosok corday
dalam lukisannya, juga merubah bentuk permukaan kulit marat yang cacat akibat
penyakit kulit yang membuatnya harus berendam dalam bak mandi menjadi kulit
yang mulus, upaya ini disebutnya sebagai upaya untuk mengangkat kebajikan yang
antik. Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar