Minggu, 31 Mei 2015

Late Post: Membawa Nuansa Tropis Ke Inggris




oleh Dwi S. Wibowo
Nama Sinta Tantra barangkali hanya sayup-sayup terdengar di telinga orang indonesia, termasuk di kalangan seni rupanya. Padahal namanya tengah ramai diperbincangkan oleh publik seni di London, Inggris. Beberapa karya muralnya khusus dipesan oleh pengembang kawasan bisnis untuk menghiasi sebagian dinding di sana.
Ironis memang, mewarisi darah Bali dari kedua orang tuanya tidak membuat nama Sinta berkibar di indonesia. Selain karena tidak tinggal lama di indonesia, karyanya juga tidak satupun yang beredar di pasar seni rupa indonesia.
Persinggungannya dengan tanah leluhurnya ini memang tidak banyak. Sinta terlahir di New york, amerika serikat pada 11 november 1979 lalu menempuh studi seni rupanya di Inggris. Ia hanya beberapa kali pulang ke indonesia untuk kurun waktu yang relatif singkat. Maka jadi terkesan wajar jika publik seni di sini tidak begitu akrab mendengar namanya.
Meski demikian, dalam berkarya Sinta tetap menampilkan nuansa ke-indonesiaan yang dimilikinya. Citraan-citraan visual khas daratan tropis dapat dengan mudah dijumpai dalam karyanya. Sinta cukup banyak melukiskan siluet pepohonan tropis yang dipadukan dengan corak geometris berwarna cerah yang menjadi ciri khasnya selama ini.
Perupa lulusan Slade School of Fine Art ini memang tidak mengkhususkan berkarya dalam medium kecil sebagaimana perupa lain yang begitu intens melukis di atas kanvas. Karyanya justru lebih banyak dijumpai di ruang-ruang publik dengan ukuran yang spektakuler. Baginya, berkarya dalam ukuran besar tentu memberi tantangan yang besar juga. Apalagi bagi seorang perempuan.
Selain adanya tantangan, karya-karya berukuran besar, apalagi yang dikerjakan di ruang publik juga menuntutnya untuk berkolaborasi. Proses inilah yang sangat dinikmatinya dalam berkarya, karena dengan berkolaborasi seorang seniman dapat menambah pengetahuan sekaligus mengkatkan kualitas karyanya. 

Tidak hanya dengan seniman, termasuk dengan arsitek, kontraktor, maupun pengembang. Hasil kolaborasi tersebut dapat dilihat pada salah satu karyanya yang menghiasi sebuah dinding jembatan di kawasan Canary Wharf, sebuah kawasan bisnis terkemuka di london.
Tidak hanya itu, salah satu karyanya bahkan khusus dipesan oleh pemerintah inggris untuk dipamerkan di kedutaan besarnya di algiers, aljazair. Mereka tertarik setelah merasa garis lengkung dan geometrisnya selaras dengan bentuk arsitektur bangunannya. Ini menjadi prestasi dan kebanggan tersendiri baginya.
Belum lama ini, Sinta juga mencoba mengembangkan tekniknya dengan melakukan kolaborasi bersama seorang pematung yang juga temannya selama studi di Slade School of Fine Art, Nick hornby. Nick bertugas membuat patung yang seluruh permukaannya putih polos, bidang itulah yang menjadi kanvas bagi Sinta untuk menuangkan kreatifitasnya. Hasil dari kolaborasi tersebut telah dipamerkan di One Canada Square, Canary Wharf, London.
Meskipun tinggal di luar negeri, Sinta tetap menaruh harapan besar untuk dapat berkarya di indonesia, terutama di Bali. baginya, itulah salah satu cara untuk memberi sumbangan secara riil bagi kampung halamannya. Kita tunggu saja!

*) tulisan ini pernah dipublikasikan di Jogjareview.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar