Catatan ini sekedar
apresiasi untuk pameran “I+Dialog+I” di taman budaya yogyakarta, 11- 13 maret 2014, dan hanya
mencakup beberapa karya lukis saja.
Ibarat memasuki sebuah rumah, “gerak” adalah kunci
untuk membuka pintu gerbang lukisan-lukisan Oka astawa. Sebagaimana orang Bali
kebanyakan, makna “gerak” dalam kehidupan sehari-hari tentu memiliki arti yang
lebih mendalam dibanding hanya sebuah aktifitas fisik semata. Dalam setiap inci
perpindahan tubuh memiliki afiliasi makna yang terhubung langsung dengan suatu
sistem kosmos, baik yang secara kasat mata terjangkau oleh manusia, maupun yang
tidak.
“Gerak” kerap kali dimaknai
sebagai manifestasi rasa syukur atas limbahan karunia dari yang maha kuasa,
oleh karenanya, hampir dalam setiap prosesi adat maupun agama senantiasa
menyajikan tarian sebagai sebuah persembahan. Maka tarian senantiasa
ditempatkan di ruang-ruang sakral peribadatan. Sebuah tarian juga senantiasa memiliki
unsur-unsur filosofis sekaligus estetis yang secara tidak langsung mewakili
sifat-sifat dari sang maha kuasa.
Dalam pandangan masyarakat Bali,
yang cenderung konservatif, telah terjadi peleburan antara adat (kultural) dan
agama (spiritual). Segala aturan yang ada di dalam adat merupakan kepanjangan
tangan dari kuasa agama, dan aturan itu pulalah yang dijalankan dalam setiap
ruang gerak mereka, baik sosial maupun individual. Peleburan tersebut juga
menguburkan batas antara yang sakral dan yang profan, karena segala aktifitas
dalam kehidupan sehari-hari menjadi cakupan dari aturan agama tersebut.
Sehingga segala sesuatu yang tadinya bersifat profan, seakan-akan dihadirkan
ulang manjadi sesuatu yang sakral.
Singgah di teras, “Gerak” dalam
kosmologis masyarakat Bali cakupannya menjadi semakin luas. “Gerak” tidak lagi
berorientasi pada tarian semata, melainkan menjamah aktifitas fisik lainnya
sepertihalnya bekerja, berladang, melukis, dan kesenian lainnya. Juga tidak ada
batasan gender ataupun kelas sosial di dalamnya, semua memiliki relasi yang
sama. Sehingga segala macam aktifitas menjadi memiliki afiliasi dengan makna
ritual, yang kemudian menjadi upaya yang paling nyata untuk mendekatkan diri
dengan sang maha kuasa. Konsepnya sebenarnya sangat sederhana, bahwasanya gerak
menjadi aspek terpenting dalam mewujudkan keseimbangan semesta.
Dari jendela rumah lukisan Oka,
relasi-relasi tersebut terlihat saling berkelebat di antara satu figur dan
figur lainnya. Setiap figur yang ada dalam setiap lukisannya dihadirkan oleh
oka dengan cara mendistorsinya sedemikian rupa sehingga yang tinggal hanyalah
abstraksi. Seakan-akan ingin mengaburkan identitasnya masing-masing. Apakah
lelaki atau perempuan, apakah tua atau muda. Tanpa memiliki identitas, semua
figur tersebut menjadi tampil secara setara, meskipun dalam beberapa lukisan, ukuran
menjadi penanda yang cukup jelas untuk membedakan struktur klasifikasinya.
Sekali lagi, “gerak” adalah
kunci untuk masuk ke dalam lukisan Oka. Setiap figur yang anonim tersebut
tampil secara aktif (bahkan hyperaktif). Selalu bergerak dalam narasi-narasi sederhana
yang memuatnya. Akan tetapi, jika dicermati lebih mendalam mengenai segala
tindakan yang dilakukan oleh figur-figur milik Oka, ada sebuah tegangan antara
motif politis yang nyata secara visual dan motif lain yang mengarah pada
kosmologis yang tampil secara tersirat.
Figur-figur tersebut tidak
bergerak sebagaimana dalam sebuah tarian, melainkan dalam ruang gerak yang
cenderung normatif, namun membentuk sebuah metafora. Oka sadar betul untuk
tidak menampilkan gagasannya secara verbal. Dalam konteks ini, metafora (sekali
lagi) menyamarkan setiap gagasannya. Sehingga setiap orang yang ingin masuk
dalam lukisannya, seolah-olah disodori sekian banyak pintu untuk memaknainya.
Spiritualitas telah menjamah
segala aspek kehidupan, bukankah relasi antara manusia dan sang maha kuasa juga
terjalin bukan tanpa alasan, melainkan berlandaskan motif-motif politis tiap
individu. Semakin dalam memasuki rumah oka, semakin banyak ruang yang berjajar
sekaligus berseberangan. Masing-masing ruang tersebut mengundang rasa
penasaran, hati-hati salah memasukinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar