Selasa, 02 Juni 2015

Latepost: "Legacies of Power" Di Tahun Politik



oleh Dwi S. Wibowo
"kabinet goni" karya samsul arifin, commision artist artjog 2014

Puluhan boneka yang terbuat dari karung goni dibariskan dengan sangat rapi, dalam levelling yang bertingkat, mereka menampilkan ekspresi-ekspresi yang unik. Rangkaian instalasi tersebut merupakan karya Samsul Arifin yang diberi tajuk “Kabinet Goni”, karya tersebut akan menyambut para pengunjung Artjog saat memasuki halaman Taman Budaya Yogyakarta selama gelaran pameran seni rupa tersebut berlangsung.
Sejak pertama kali dihelat tahun 2008 silam, gelaran Artjog yang dulunya memakai nama Jogja Art Fair memang telah menjadi magnet tersendiri bagi berbagai kalangan masyarakat pecinta seni di Yogyakarta. Selama ini, Artjog juga mampu mendekatkan masyarakat awam terhadap seni rupa. Setiap kali Artjog digelar, animo masyarakat untuk menghadiri acara ini begitu melimpah. Halaman Taman Budaya Yogyakarta bahkan selalu penuh sesak saat acara pembukaan berlangsung.
Penyelenggara selalu menampilkan karya-karya yang bombastis sekaligus gigantis di pintu masuk ruang pamer utama. Biasanya karya-karya tersebut dikerjakan oleh para commision artist yang memang dipesan langsung oleh penyelenggara untuk menyulap wajah Taman Budaya Yogyakarta sefenomenal mungkin. Seperti pada tahun 2011 misalnya, halaman depan Taman Budaya Yogyakarta dikeruk oleh Eddie Prabandono untuk menciptakan kepala bayi raksasa berbahan tanah liat. Atau pada tahun lalu, saat Artjog mengangkat tema Maritime Culture, sebuah komidi putar mekanis karya Iwan Effendi dan Papermoon diletakkan di depan pintu masuk utama.
Bagi masyarakat awam, Artjog memberikan ruang apresiasi seluas-luasnya, sekalipun para pengunjung sama sekali tidak memahami konteks seni rupa yang ada di hadapannya. Tidak sedikit dari para pengunjung yang sekedar numpang foto di samping karya, tanpa sama sekali berusaha membedah makna di baliknya. Hal tersebut membuktikan bahwa seni rupa, yang konon selama ini dianggap ekslusif, ternyata bisa juga tampil merakyat. Kolektor, kurator, seniman, pekerja kantoran, mahasiswa, dan pelajar bisa berada dalam satu ruang yang sama, sekalipun dengan atmosfer yang mungkin berbeda.
Tahun ini, Artjog mengusung narasi “Legacies of Power”. Tema ini sebagai lanjutan dari tema-tema terdahulu yang diusung dua tahun berturut, yaitu “Looking East” dan “Maritime Culture”. Ketiga tema ini memiliki satu benang merah yang berkaitan erat dengan sejarah terbentuknya bangsa indonesia yang mengacu pada masa kolonialisasi kerajaan Belanda di bumi nusantara.
ugo untoro bersama patung karya edhi sunarso
Tema “Looking East” yang diusung tahun 2012 diniatkan untuk mengulik orientasi bangsa eropa yang terpesona pada kekayaan alam yang dimiliki pulau-pulau di nusantara. Kemudian dilanjutkan dengan tema “Maritime Culture” di tahun berikutnya yang niscaya menggambarkan mengenai invasi awal bangsa eropa. Hal ini tergambar jelas misalnya dalam karya Titarubi yang berjudul “Golden Nutmeg”, sebuah biji pala yang dilapisi emas. Karya tersebut seolah menjadi salah satu yang paling representatif di antara karya-karya lain yang didominasi gambar ikan.
Tema “Legacies of Power” yang diusung tahun ini diniatkan untuk memberi gambaran mengenai pertarungan politik antara pemerintahan kolonial Belanda dan pribumi dalam memperjuangkan kedaulatannya. Mengingat bahwa gelaran Artjog selama beberapa tahun belakangan ini tengah berupaya menyusun sebuah narasi besar mengenai sejarah kebangsaan indonesia melalui rupa visual.
Penyelenggaraan Artjog tahun ini berbarengan dengan semaraknya pesta demokrasi yang tengah digelar bangsa indonesia, hal ini tentu sedikit banyak akan berpengaruh terhadap corak karya-karya yang akan tampil di dalamnya. Apalagi tema “Legacies of Power” cukup dekat dengan konteks perebutan kekuasaan dalam pemilu dan pilpres ini. Selama beberapa bulan belakangan ini, masyarakat telah disuguhi oleh iklan-iklan politik yang masuk ke setiap celah kehidupan. Dari media massa hingga baliho pinggir jalan penuh sesak oleh wajah-wajah caleg berikut slogan-slogan yang diusungnya masing-masing.
Karya-karya bertema politik sepertinya akan membanjiri seluruh ruang pamer Artjog tahun ini, terlihat dari karya commision artist yang terpajang paling depan. Mengusung gagasan “Kabinet Goni,” karya instalasi Samsul Arifin tersebut tentu segera mengingatkan pada pose para menteri di jajaran kabinet usai pelantikan. Mereka berbaris di tangga depan Istana Merdeka dengan setelan jas rapi untuk melakukan sesi fotografi. Dikemas dengan gaya karikatural, karya tersebut tentu memiliki muatan kritik sosial yang mendalam, dan sangat erat kaitannya dengan situasi politik yang terjadi di negeri ini.
*) catatan ini pernah dipublikasikan di Jogjareview.net


Tidak ada komentar:

Posting Komentar